Kalian tak salah, aku memang seperti Bapak ku
Tak bisa ku
pungkiri kata pepatah “Buah tak jauh jatuh dari pohonnya”
Dan kata ini
jugalah yang sering aku dengar dari teman yang kadang juga musuh ketika kami
berada dalam satu perdebatan sengit yang mungkin menyakiti hatinya. “Sama aja
kau kayak bapak mu”, kalimat yang dulu membuat ku begitu bringas dan melan
namun dibumbuhi rasa marah yang akhirnya membuat ku meneteskan air mata.
Bapak atau Ayah ku
adalah orang yang sangat aku benci dulunya, bahkan tetangga di kampung ku pun
begitu membencinya. Bagaimana tidak, melihat sikap dan perilakunya yang begitu
buruk dan tak memiliki rasa tanggung jawab (dulu ku pikir begitu), serta kekerasan
dalam keluarga yang sering dia lakukan telah menjadikan diri nya dan keluarga
kami menjadi begitu hina dan tak disukai orang-orang di kampung.
Ini adalah kisah
ku dengan bapak ku, kisah singkat yang tak bermaksud menyebarkan aib keluarga
ku. Namun ini adalah kesaksian bagaimana aku bisa bangkit dari keterpurukan
akibat keluarga yang berantakan.
Aku tinggal di
lingkungan suku Batak, tepat di Sumatra Utara. Bapak ku adalah seorang buruh
tani dan juga pecandu rokok dan minuman keras khas Batak, tuak. Bapak ku adalah
orang yang malas mencari duit untuk menghidupi keluarga, sekalipun dia punya
duit palingan untuk tuak dan rokoknya. Bapak ku seorang pemarah, berbadan
atletis, dan tak sungkan main tangan ketika emosinya memuncak.
Aku, kaka ku,
abang dan ibu ku adalah korbannya ketika marah. Terlebih, bapak ku adalah
seorang pendiam, tak pintar mengatur emosi apalagi saat mabuk dan lapar. Di kampung
ku, bapak ku sudah sangat terkenal dengan semua keburukannya, anehnya Ibu ku
masih bertahan walau aku sendiri pernah menyuruhnya untuk bercerai. Ibu ku ?
dia adalah malaikat, bak seorang penolong yang di utus Tuhan mengimbangi
perbuatan ayah ku, tak perlu ku jelaskan betapa baiknya ibu ku, karena memang tak
ada duanya di dunia.
Lalu, aku sangat
membenci bapak ku, karena semua sifat yang aku jelaskan di atas. Bahkan kepribadian
ku terbentuk karena dia. Aku hidup di tengah keluarga yang sangat keras. Kayu dan
rotan adalah langganan badan ku menjadi pelampiasan dari amarah bapak ku,
bagaimana bisa aku tidak membencinya.
Kemudian, teman ku
berkata bahwa aku sama saja seperti bapak ku.
Biasanya aku
langsung diam, melihat mata nya, dan berkata “terserahlah”, kemudian aku pergi
dan marah, menangis dan terisak. Ku coba mengingat lagi, oh Bapak ku yang
begitu aku benci, ternyata aku sama saja seperti mu.
Namun aku sadar,
bahwa memang tak ada manusia yang sempurna, begitupun bapak ku, aku diingatkan
Tuhan bahwa aku dibentuk oleh NYA, yang artinya bahwa semua atas kehendaknya,
mungkin ini adalah pembelaan, namun pada akhirnya aku menyadari bahwa bapak ku
memiliki sisi baik dari hidupnya.
Begini pelajaran
yang ku dapat dari bapak ku. Bapak ku sangat menyayangi ku, itu terbukti ketika
dia harus menjual tanah warisan orangtuanya untuk memberangkatkan ku kuliah,
bapak ku juga sangat mencintai aku, itu terbukti ketika dia terus bolak balik
naik ke bus yang mengantarkan ku ke bandara untuk menuntut ilmu di Pulau Jawa,
ayah juga orang yang memiliki masa lalu yang buruk, dan aku bisa melihat dia
berusaha untuk berubah lebih baik, dan bahkan semenjak 2 tahun lalu dia sudah berhenti
minum tuak, dan sudah membantu ibu ku berjualan lontong. Dia bahkan sekarang
bekerja lebih keras lagi, dan beberapa kali mengirimkan uang bulanan ku.
Semua butuh
proses, dan ya memang aku tak jauh beda dari bapak ku, tak bisa ku pungkiri. Terimakasih
kepada alarm pengingat ku alias teman dalam selimut permusuhan, terimakasih
sudah mengingatkan ku bahwa bapak ku adalah luar biasa, tak seperti bapak mu
memang, namun bapak ku punya kharismanya tersendiri.
Untuk teman teman
ku yang membaca ini, seburuk apapun orangtua mu, cobalah lihat sisi baiknya,
mungkin sangat sedikit tapi pasti ada.
Untuk mereka yang
mengusik ku karena keluarga ku, bersyukurlah memiliki keluarga yangtak seperti
keluarga ku, tak usah pedulikan masa lalu dan masa sekarang ku, tapi
pikirkanlah masa depan mu.
Comments
Post a Comment